Sabtu, 11 Mei 2013

KONSERVASI HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae)



Oleh: Parpen Siregar


  1. I. Pendahuluan
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu dari enam sub-spesies harimau yang masih tersisa di dunia. Kelima sub-spesies lainnya adalah Harimau Amur/Siberia (Panthera tigris altaica), Harimau Bengal/India (Panthera tigris tigris), Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti), Harimau China Selatan (Panthera tigris amoyensis), dan harimau Malaya (Panthera tigris jacksoni) (WWF, 2010). Harimau sumatera merupakan harimau terkecil dari keseluruhan  sub-spesies harimau, dengan panjang mencapai  2,5 meter dan berat 140 kilogram. Warna bulunya lebih gelap dari jenis harimau lainnya dan bervariasi dari warna kuning  kemerahan sampai oranye gelap dengan belang berwarna hitam.  Perburuan, konflik antara harimau dengan manusia, dan terfragmentasi dan perusakan habitat alami mereka, mengakibatkan penurunan populasi harimau sumatera secara signifikan. Oleh karena itu sejak tahun 1996 lembaga konservasi IUCN mengkategorikan harimau sumatera dsebagai satwa yang Sangat Kritis Terancam Punah (critically endangered) (Dephut, 2007). Selain itu harimau sumatera juga masuk dalam CITES Appendix I yang artinya perdagangan internasional komersial dilarang.
Keberadaan harimau sumatera saat ini menjadi sebuah polemik tersendiri karena mengakibatkan konflik antara manusia dan harimau. Rusaknya habitat alami harimau sumatera mengakibatkan satwa ini tersingkir dari habitat alaminya, sehingga menimbulkan gangguan terhadap manusia. Serangan harimau sumatera terhadap manusia dan hewan ternak telah sering terjadi. Serangan harimau sumatera yang menewaskan 3 ekor ternak sapi terjadi di Desa Talang Kebun Kecamatan Lubuk Sandi Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu (Kompas, 2008b). Sementara itu dalam kurun waktu dua tahun terakhir di Popinsi Sumatera Barat tercatat 26 kasus konflik harimau dengan manusia, sebanyak 16 kasus menghilangkan nyawa manusia dan sisanya memangsa ternak masyarakat (Kompas, 2008a).
Untuk mencegah gangguan harimau sumatera terhadap manusia dan mempertahankan kelestarian spesies tersebut, maka sangat diperlukan upaya konservasi terhadap harimau sumatera. Dengan demikian harimau sumatera dapat dipertahankan kelangsungannya dan terhindar dari kepunahan seperti yang telah dialami oleh harimau Bali (Panthera tigris balica) dan harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Kedua harimau tersebut telah punah dalam 50 tahun terakhir. Harimau Bali dan Jawa terakhir kali diketahui keberadaannya pada akhir tahun 1930-an dan 1970-an.
Tujuan penulisan makalah ini adalah mengidentifikasi degradasi habitat harimau sumatera dan memberikan alternatif solusi rehabilitasi harimau sumatera agar terjaga kelestariannya.
  1. II. Degradasi Habitat Harimau Sumatera
Seperti namanya, harimau Sumatera adalah satwa endemik Pulau Sumatera. Menurut data Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (1994), pada tahun 1992 hanya terdapat sekitar 400 ekor harimau sumatera di lima taman nasional (TN Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, TN Way Kambas, TN Berbak, dan TN Bukit Barisan Selatan) dan dua suaka margasatwa (Kerumutan dan Rimbang), sementara 100 ekor lainnya berada di luar kawasan konservasi. Namun jumlah tersebut diduga terus mengalami penurunan. Ancaman terbesar terhadap kelestarian harimau sumatera adalah degradasi habitat alaminya karena aktifitas manusia. Aktifitas manusia mengakibatkan semakin terfragmentasinya habitat harimau sumatera, padahal pada area yang sempit harimau sumatera sulit untuk hidup panjang. Hasil estimasi ekstrapolasi memperkirakan bahwa kepadatan populasi harimau sumatera di Tesso Nilo (1,3 individu per 100 km2), Rimbang Baling (0,7 individu per  100 km2), Suaka Margasatwa Kerumutan (2,3 individu per 100 km2)  (Hutajulu, 2003), Taman Nasional Bukit Barisan Lampung mencapai 1,6 individu per 100 km2 (O’Brien et al., 2003),  dan di Taman Nasional Way Kambas dengan kepadatan mencapai 4,3 individu per 100 km2 (Franklin et al., 1999). Lubis (2000) melaporkan rata-rata kepadatan harimau sumatera di Taman Nasional Batang Gadis adalah 1,1 individu per 100 km2, dengan perbandingan harima jantan dan betina 3 : 1. Berikut ini diuraikan penyebab degradasi habitat dan populasi harimau sumatera.
  1. 1. Deforestasi dan Degradasi.
Deforestasi dan degradasi hutan di Pulau Sumatera yang sangat besar akan mengancam terhadap keanekaragaman hayati yang ada. Deforestasi dan degradasi akan menyebabkan hilangnya hutan atau terpotong-potongnya hutan menjadi bagian-bagian kecil dan terpisah. Alih fungsi hutan banyak digunakan untuk perkebunan, hutan tanaman industri, pemukiman, industri, dll. Investigasi Eyes on the Forest (2008) melaporkan bahwa pembuatan jalan logging oleh Asia Pulp & Paper (APP) sepanjang 45 km yang membelah hutan gambut di Senepis Propinsi Riau  mengakibatkan penyusutan luas hutan dan memicu peningkatan konflik manusia-harimau di kawasan tersebut. Perusakan habitat dan perburuan hewan mangsa telah diketahui sebagai faktor utama yang menyebabkan turunnya jumlah harimau secara dramatis di Asia (Seidensticker et al., 1999). Sementara itu Lynam et al. (2000) yang menyatakan bahwa harimau sangat tergantung pada tutupan vegetasi yang rapat, akses ke sumber air, dan hewan mangsa yang cukup.
  1. 2. Perburuan dan Perdagangan
Perburuan ilegal (illegal hunting) merupakan salah satu ancaman terhadap kelestarian harimau sumatera. Bagian tubuh harimau yang diperjualbelikan terutama kulit dan tulang untuk keperluan obat-obatan tradisional bahkan untuk keperluan supranatural. Mills and Jackson (1994) melaporkan pada periode 1970 – 1993 tercatat sebanyak 3.994 kg tulang harimau sumatera diekspor dari Indonesia ke Korea Selatan. Selain bagian tubuhnya, harimau sumatera juga diperjualbelikan sebagai hewan peliharaan dan simbol status.
  1. 3. Konflik dengan Manusia
Tingginya pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan peningkatan kebutuhan akan lahan. Alih fungsi hutan untuk keperluan manusia menjadi tidak terhindarkan. Kehilangan habitat alaminya menimbulkan potensi konflik antara manusia dengan harimau sumatera. Konflik antara manusia-harimau merugikan kedua belah pihak; manusia rugi karena kehilangan hewan ternak bahkan nyawa sedangkan harimau rugi karena akan menjadi sasaran balas dendam manusia yang marah dan ingin membunuhnya. Sementara itu dalam kurun waktu dua tahun terakhir di Popinsi Sumatera Barat tercatat 26 kasus konflik harimau dengan manusia, sebanyak 16 kasus menghilangkan nyawa manusia dan sisanya memangsa ternak masyarakat (Kompas, 2008a). Lebih jauh Nythus and Tilson (2004) mencatat berturut-turut terdapat sebanyak 48, 36, dan 34 kali konflik antara manusia dan harimau sumatera di Propinsi Sumatera Barat, Riau, dan Aceh selama periode 1978 – 1997. Dalam kurun waktu tersebut tercatat sebanyak 146 orang meninggal dunia, 30 orang luka-luka, dan 870 ekor ternak terbunuh.
  1. 4. Kemiskinan
Kemiskinan masyarakat di sekitar hutan telah mendorong terjadinya perambahan dan perusakan hutan berupa pembukaan hutan untuk keperluan pemukiman, perladangan, dan perkebunan. Kerusakan dan fragmentasi hutan yang merupakan habitat harimau akan mengakibatkan gangguan terhadap kelestarian harimau. Selain itu masyarakat juga menggantungkan hidup pada sumberdaya hutan. Secara tradisional masyarakat memburu satwa yang merupakan mangsa harimau untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kemiskinan mendorong masyarakat memburu satwa liar untuk kebutuhan makannya dan juga untuk dijual. Perburuan satwa liar yang merupakan mangsa harimau sumatera sangat berpengaruh terhadap kelestarian harimau sumatera. Karena harimau sumatera sangat tergantung dengan kelimpahan mangsanya.
  1. 5. Berkurangnya Mangsa
Dalam struktur piramida makanan, harimau merupakan top predator. Satwa predator ini setiap hari harus mengkonsumsi 5 – 6 kg daging yang sebagian besar (75%) terdiri atas hewan-hewan mangsa dari golongan rusa (Sunquist et al., 1999).  Pakan utama harimau sumatera adalah rusa sambar (Cervus unicolor) dan babi hutan (Sus scorfa) (Wibisono, 2006). Dalam keadaan tertentu harimau sumatera juga memangsa berbagai alternatif mangsa seperti kijang (Muntiacus muntjac), kancil (Tragulus sp), beruk (Macaca nemestrina), landak (Hystrix brachyura), trenggiling (Manis javanica), beruang madu (Helarctos malayanus), dan kuau raja (Argusianus argus). Sriyanto dan Rustiati (1997) secara jelas menunjukkan adanya hubungan positif antara penyusutan mangsa dengan populasi harimau. Tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan juga akan mengakibatkan penurunan mangsa harimau sumatera. Semakin sedikitnya mangsa juga akan mengakibatkan penurunan populasi harimau sumatera.
III. Upaya Konservasi Harimau Sumatera
Payung hukum kegiatan konservasi di Indonesia telah tertuang dan dilindungi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Konservasi harimau sumatera awalnya bermana Sumatra Tiger Project (STP) telah dimulai tahun 1995 di Taman Nasional Way Kambas Propinsi Lampung. Saat ini kegiatan yang bernama Program Konservasi Harimau Sumatera, juga dikembangkan di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Propinsi Jambi dan Riau dan Kawasan Konservasi Harimau Senepis Buluhala Propinsi Riau. Upaya konservasi harimau sumatera sebenarnya bukan semata hanya bertujuan untuk menjaga kelestarian harimau sumatera saja, tetapi juga melindungi spesies lainnya. Karena harimau sumatera merupakan species payung (umbrella species) yang artinya dengan melindungi spesies ini secara tidak langsung juga melindungi spesies lainnya yang hidup di habitat yang sama.
Upaya konservasi harimau sumatera bertujuan untuk mempertahankan kelestarian harimau sumatera. Beberapa upaya tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Memulihkan dan meningkatkan populasi harimau sumatera beserta bentang alamnya pulih. Upaya konservasi in-situ merupakan program utama konservasi harimau sumatera dengan memulihkan populasi harimau dan habitat alaminya. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain adalah :
-          Membangun dan meningkatkan koneksitas antara habitat-habitat utama harimau sumatera melalui pengembangan koridor dalam rangka memperluas daerah bagi harimau sumatera untuk menjelajah. Karena harimau sumatera memerlukan teritori (wilayah) yang luas untuk mendapatkan mengsa yang cukup. Semua potensi habitat dan sebaran harimau sumatera perlu dimasukkan sebagai bahan pertimbangan utama dalam proses perencanaan zonasi taman nasional (Lubis, 2000).
-          Membina kekayaan genetik unit-unit populasi harimau sumatera, terutama pada habitat yang kritis untuk menghindari erosi ragam genetik melalui pengembangan restocking populasi dan translokasi.
-          Mengembangkan upaya pengelolaan mitigasi konflik untuk menyelamatkan harimau yang bermasalah dengan relokasi, translokasi, dan penetapan kawasan pelepasliaran alami.
-          Meningkatkan program pemantauan terhadap populasi, ekologi, dan habitat harimau sumatera dengan memperkuat dasar hukum dan kapasitas aparatur yang berwenang.
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah ukuran populasi secara biologis dan ekologis harimau sumatera dalam jumlah ideal dan habitat serta daerah jelajah harimau sumatera tidak berkurang, bahkan diharapkan dapat bertambah.
  1. Meningkatkan infrastuktur dan kapasitas instansi terkait dalam pemantauan dan evaluasi terhadap upaya konservasi harimau sumatera dan satwa mangsanya. Kegiatan yang dilakukan adalah :
-          Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dengan melaksanakan berbagai program peningkatan kapasitas tim konservasi harimau sumatera baik yang dikelola oleh pemerintah, lembaga non pemerintah, maupun masyarakat.
-          Memperkuat infrastrukur instansi yang melakukan pelaksanaan dan pemantauan konservasi harimau. Selain itu juga dilakukan penyusunan rencana pengelolaan konservasi pada setiap bentang alam harimau sumatera sesuai dengan karakteristik dan potensi di lapangan.
-          Mengembangkan pusat informasi terpadu tentang konservasi harimau sumatera yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat.
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah terlaksananya pemantauan kinerja konservasi harimau sumatera secara efektif oleh Kementrian Kehutanan selaku penanggung jawab utam beserta mitra kerjanya.
  1. Membangun jejaring kerja dan infrastruktur komunikasi dan menciptakan kelompok masyarakat yang peduli dan bertanggung jawab terhadap kelestarian harimau sumatera. Konservasi harimau sumatera adalah tanggung jawab semua pihak. Oleh karena itu harus dijalin jejaring kerja dan komunikasi yang baik diantara semua pihak. Kegiatan yang dilakukan adalah :
-          Membangun jaringan komunikasi dan kemitraan untuk meningkatkan kerjasama konservasi di semua tingkatan baik lokal, nasional, maupun internasional.
-          Mengembangkan pengawasan terpadu dan intensif antara pemerintah, lembaga non pemerintah, dan masyarakat terhadap kegiatan konservasi. Selain itu juga dilakukan pendidikan dan penyadartahuan masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan tentang pentingnya konservasi harimau sumatera.
-          Membangun mekanisme pendanaan yang berkelanjutan dalam mendukung kegiatan konservasi harimau sumatera.
Indikator kebersasilannya adalaha terbangunnya komunitas konservasi harimau sumatera di Indonesia yang berjalan dengan baik dan dapat berafiliasi dan membangun jaringan (networking) dengan jaringan konservasi harimau internasional.
  1. Membangun program konservasi ex-situ yang bermanfaat dan selaras dengan upaya kelestarian harimau sumatera di alam. Konservasi ex-situ merupakan salah satu alternatif untuk menjaga kelestarian harimau sumatera. Saat ini terdapat 371 ekor harimau sumatera di penangkaran baik di dalam maupun di luar negeri (Dephut, 2007). Namun diperlukan regulasi yang mengatur pemanfaatan hasil penangkaran harimau sumatera. Perlu dirumuskan standar-standar konservasi ex-situ agar sesuai dengan standar etika dan kesejahteraan bagi harimau sumatera. Selain itu kajian skema conservation/breeding loan dapat dikembangkan dan reintroduksi harimau sumatera dapat dilaksanakan dengan efektif.
Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah  konservasi harimau sumatera di luar kawasan konservasi mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak dan program konservasi ex-situ harimau sumatera dapat mendukung konservasi in-situ secara efektif.
IV. Simpulan
Manusia sebagai mandate cultural haruslah memelihara bumi dan memanfaatkan sumberdaya dan daya dukungnya secara bertanggung jawab. Terancamnya kelestarian harimau sumatera tidak lepas dari tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu upaya konservasi harimau sumatera mendesak untuk segera dilakukan dengan konsisten dan didukung seluruh stake holder dengan merasa memiliki dan membantu upaya pelaksanaan konservasi.
Daftar Pustaka

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) 2010 – 2017. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Direktorat Perlidungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1994. Strategi Konservasi Harimau Sumatera. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Eyes on the Forest. 2008. Laporan Investigasi Eyes on The Forest : Asian Pulp & Paper Mengancam Hutan Senepis, Habitat Harimau Sumatra, serta Iklim Global. www.eyesontheforest.or.id (Diakses 02 Juni 2010).
Franklin, N., Bastoni, S., Siswomartono, D., Manansang, J., and Tilson, R. 1999.Last of the Indonesian tigers: a cause for optimism. In Siedensticker, J., Christie, S. & Jackson, P. (eds). Riding the tiger: Tiger conservation in human dominated landscapes. Cambridge University Press. Cambridge.
Hutajulu, M.B. 2007. Studi Karakteristik Ekologi Harimau Sumatra [Panthera tigris sumatrae (Pecock, 1929)] Berdasarkan Camera Trap di Lansekap Tesso Nilo – Bukit Tiga Puluh, Riau. Tesis Program Pasca Sarjana Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Indonesia (Tidak Dipublikasikan).
Kompas. 2008a. Terkam Orang, Harimau Sumatera Diburu. Harian Kompas Edisi 31 Januari 2008.
Kompas. 2008b. Harimau Mengganas di Bengkulu, Memangsa Tiga Sapi. Harian Kompas Edisi 20 Februari 2008.
Lubis, A.F. 2009. Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatra Utara. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (Tidak Dipublikasikan).
Lynam, A.J., T. Palasuwan, J. Ray, and S. Galster. 2000. Tiger Survey Techniques and Conservation Handbook. Wildlife Conservation Society-Thailand Program. Bangkok.
Mills, J. A., and P. Jackson. 1994. Killed for a Cure: A Review of the Worldwide Trade in Tiger Bone. TRAFFIC International.Cambridge, UK.
Nyhus, P. J., and R. Tilson. 2004. Characterizing Human-Tiger Conflict in Sumatra, Indonesia: Implications for Conservation. Oryx 38(1) : 68-74.
O’Brien, T. G., Kinnaird, M. F., and Wibisono, H. T. 2003. Crouching Tiger, Hidden Prey: Sumatran tiger and prey populations in a tropical forest landscape. Animal Conservation 6: 131-139.
Seidensticker, J., S. Christie, and P. Jackson. 1999. Preface. In: Siedensticker, J., S. Christie, and P. Jackson (eds.). Ridding the Tiger: Tiger Conservation in Human Dominated Landscape. Cambridge University Press. Cambridge, UK.
Sriyanto dan Rustiati, E.L. 1997. Hewan mangsa potensial harimau Sumatra di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Dalam: Tilson, R., Sriyanto, E.L. Rustiati, Bastoni, M. Yunus, Sumianto, Apriawan, dan N. Franklin  (ed.). Proyek Penyelamatan Harimau Sumatra: Langkah-langkah konservasi dan Manajemen In-situ dalam Penyelamatan Harimau Sumatra. LIPI. Jakarta.
Sunquist, M.E, K.U. Karanth, and F.C. Sunquist. 1999. Ecology, behaviour and resilience of the tiger and its conservation needs. In: Siedensticker, J., S. Christie, and P. Jackson (eds.). Ridding the Tiger: Tiger Conservation in Human Dominated Landscape. Cambridge University Press. Cambridge, UK.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419).
Wibisono, H. T. 2006. Population Ecology of Sumatran Tigers (Panthera tigris sumatrae) and Their Prey in Bukit Barisan Selatan National Park, Sumatra, Indonesia. Thesis Master. The Department of Natural Resources Conservation, University of Massachusetts, Amherst, MA, USA.
WWF. 2010. Tiger Facts. www.wwf.or.id/savesumatra (Diakses 01 Juni 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar